Yesus, ketika masuk ke Yerusalem dikelilingi
oleh orang-orang yang berteriak “hosana”, sambil memotong ranting-ranting dari
pohon-pohon dan menyebarkannya di jalan” (Mat. 21:8), Yesus tampak sepenuhnya
memusatkan perhatian pada sesuatu yang lain. Ia tidak memandang orang banyak
yang sedang gempar. Ia tidak melambaikan tangan. Ia melihat lebih jauh daripada
gegap gempita dan arak-arakan manusia ke arah apa yang ada di hadapanNya:
perjalanan yang ditandai dengan pengkhianatan yang menyesakkan, siksaan,
penyaliban, dan kematian. MataNya yang menerawang dapat melihat apa yang tidak
dapat dilihat oleh mata siapapun; pandanganNya yang terangkat ke atas
menunjukkan bahwa Ia tahu akan hal yang akan terjadi, yang tidak dapat
diketahui oleh siapapun.
Ada guratan kesedihan, tetapi juga penerimaan yang damai. Tercermin dalam wajahNya bahwa Ia mengetahui hati manusia yang mudah goyah, tetapi juga bela rasa yang sangat dalam. Ada kesadaran mendalam akan penderitaan yang tak terkatakan yang harus Ia sandang, tetapi juga terpancar keteguhan hati untuk melaksanakan kehendak Allah. Di atas semuanya itu ada kasih, kasih yang tanpa akhir, mendalam dan menjangkau jauh yang bersumber pada hubungan mesra yang tak terpatahkan dengan Allah. Kasih itu ditawarkan kepada manusia, di manapun mereka telah berada, sekarang berada dan akan berada. Tidak ada sesuatu pun yang tidak Ia ketahui sepenuhnya. Tidak ada seorang pun yang tidak ia kasihi seutuhnya. (Henri Nouwen, Jesus A Gospel, Kanisius, 2012, hal. 113)
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !